BITUNG,KLIKJO.ID- Penanganan kasus dugaan korupsi program hibah air minum Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) di PDAM Kota Bitung tahun 2017 dan 2018 oleh Polda Sulut boleh dikata aneh bin ajaib. Pasalnya, ada 2 (dua) oknum pejabat penting yang turut berperan dalam program di BUMD tersebut justru ‘aman’ dari jeratan hukum
“Masakan hanya Dirut PDAM Kota Bitung berinisial RL alias Raymond dan seorang rekanan proyek berinisial ML yang ditetapkan sebagai tersangka. Padahal ada dua pejabat penting yang juga turut berperan dalam program MBR kala itu yakni Walikota MJL alias Maxmilian dan Sekda AP alias Audy tapi lolos dari status tersangka. Aneh bin ajaib juga penanganan kasus ini,” sembur Ketua DPW Independen Nasionalis Anti Korupsi (Inakor) Sulut, Rolly Wenas, SSos di Manado, Rabu (20/07/2022).
Keterlibatan Maxmilian dan Audy, katanya, terungkap dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Cipta Karya Nomor : 12 /SE/DC/2017. Surat tersebut menyatakan, bahwa kepala daerah dalam hal ini Walikota Bitung Tahun 2017 dan 2018 sebagai pengguna dana hibah pada Kota Bitung, untuk kegiatan Program Hibah Air Minum Perkotaan sesuai dengan Surat Perjanjian Hibah Nomor : PHD-152/AM/MK.7/2017, tanggal 30 Oktober 2017. Dalam program hibah berbanderol Rp14 miliar itu, Maxmilian melakukan tanda tangan Surat Pernyataan Tanggungjawab Mutlak (SPTJM) pelaksanaan program sesuai dengan peraturan-perundangan.
“Itu berarti, jika ada pekerjaan fiktif dan atau tidak bermanfaat, maka pejabat pengguna dana hibah bertanggungjawab. Sementara Sekda Kota Bitung Audy bertindak sebagai Project Implementation Unit (PIU). Pejabat yang ditetapkan berdasarkan Keputusan Kepala Daerah bertugas untuk membantu Kepala Daerah melaksanakan tugas dan kewajibannya dalam pelaksanaan Program Hibah Air Minum. Sebagai PIU, Audy melakukan kegiatan teknis bantuan hibah yang akan bertanggung jawab jika ada pelanggaran hukum dalam hal teknis pelaksanaan pekerjaan. Dengan demikian Maxmilian dan Audy terlibat karena jelas peran dari masing-masing,” tandas lelaki berambut gondrong yang juga Koordinator Inakor Wilayah Indonesia Timur.
Olehnya, Rolly meminta Polda Sulut jangan ada kongkalikong dalam menangani kasus ini.
“Informasi yang kami terima, MJL dan AP telah diperiksa namun dalam status sebagai saksi. Ada dugaan Polda Sulut sengaja melindungi keduanya dari jeratan hukum. Maka dari itu, saya selaku Ketua Inakor Sulut akan menemui Kapolda Sulut guna meminta penjelasan soal penanganan kasus yang tidak menjadikan MJL dan AP sebagai tersangka,” tuturnya.
Diketahui, program Hibah Air Minum MBR Kota Bitung TA 2017 dan 2018 ini berbanderol Rp14 miliar.
Kabid Humas Polda Sulut Kombes Pol Jules Abraham Abast dalam konferensi pers beberapa waktu lalu menjelaskan, kejadian berawal ketika pada TA 2016 Dirjen Cipta Karya Kementerian PUPR RI mengundang pemerintah kabupaten dan kota di seluruh Indonesia yang bersedia mengikuti Program Hibah Air Minum. Salah satu pemerintah daerah yang bersedia adalah Pemerintah Kota (Pemkot) Bitung.
“Kemudian pemerintah daerah yang bersedia mengikuti program dimaksud, diwajibkan membawa data yang diminta atau persyaratan ke Dirjen Cipta Karya Kementerian PUPR RI,” ujarnya.
Atas dasar itu menurut Abast, Pemkot Bitung melalui Direktur PDAM Duasudara Kota Bitung membuat surat pernyataan bahwa PDAM Dua Sudara memiliki idle capacity sebesar 50 liter per detik. Rupanya surat pernyataan tersebut merupakan salah satu syarat paling mendasar untuk dapat mengikuti Program Hibah Air Minum yang diberikan Pemerintah Pusat (Dirjen Cipta Karya Kementerian PUPR RI).
“Namun setelah dilakukan pemeriksaan oleh Ahli Pengairan dari Politeknik Negeri Manado, ternyata pihak PDAM Dua Sudara Bitung tidak memiliki idle capacity,” jelasnya.
Tak kehilangan akal, PDAM Dua Sudara Bitung mencetak semua rekening pembayaran pelanggan yang tidak sesuai dengan fakta di lapangan. Pelanggan yang namanya tertera pada rekening pembayaran pelanggan merasa tidak pernah membayar pemakaian air minum, dikarenakan air minum dimaksud tidak pernah mengalir atau dialirkan.
“Pihak PDAM Dua Sudara Kota Bitung mengirimkan bukti rekening pembayaran pelanggan dimaksud ke pihak Dirjen Cipta Karya Kementerian PUPR RI, yang mana rekening pelanggan tersebut merupakan salah satu syarat, sehingga dana hibah dari Pemerintah Pusat terkait Program Hibah Air Minum dapat ditransfer dari Pemerintah Pusat (Kementerian Keuangan RI) ke Pemerintah Kota Bitung,” terang Abast.
Ia menuturkan jika sejak awal Program Hibah Air Minum, PDAM Dua Sudara Bitung tidak memberikan data atau persyaratan yang sebenarnya, maka sudah tentu dana hibah dari Pemerintah Pusat (Kementerian Keuangan RI) tidak semestinya diterima Pemkot Bitung. Namun tetap dihibahkan karena pihak PDAM Dua Sudara Bitung telah mengirim seluruh persyaratan yang diminta.
“Atas perbuatan dimaksud, pihak BPKP RI Perwakilan Sulut melakukan audit investigasi atas permintaan penyidik. Pihak BPKP RI Perwakilan Sulut berkesimpulan bahwa, diduga telah terjadi perbuatan melawan hukum dan mengakibatkan kerugian keuangan negara senilai Rp14.000.000.000, sehingga perbuatan dimaksud layak dilakukan proses penyidikan,” kata Abast.
Dalam penanganan kasus tersebut, Penyidik Ditreskrimsus Polda Sulut juga telah menyita sejumlah barang bukti yaitu, dokumen berupa fotokopi surat-surat yang merupakan kelengkapan administrasi sehubungan dengan Program Hibah Air minum.
Di sisi lain, kuasa hukum Dirut PDAM Bitung Doan Tagah SH menilai pendapat total loss yang disimpulkan BPKP justru bertentangan dengan audit lapangan dan laporan plus evaluasi yang dilaksanakan BPKP. Doan menyayangkan kondisi ini.
“Ada fakta secara detil yakni laporan dan evaluasi BPKP tentang pelaksanaan sambungan rumah, realisasi anggaran, pengukuran kelayakan idle capasity. Semuanya tidak masalah. Tapi ironis, baru sekarang BPKP memberi kesimpulan total loss. Ini sesuatu yang irasional dan tidak profesional,” ungkap Doan menanggapi kesimpulan audit BPKP. (*/red)