Sentani,  KLIKJO.ID– Kampung Yakonde  ternyata nama aslinya dari  Yo Kong. Cerita ini dijaga sejak lama.

Hal ini dikatakan Kepala Suku Douge Imea Donald Tungkoye saat dimintai keterangan terkait nilai budaya masyarakat adat kampung Yakonde.

Menurut Kepala Suku dan Ondoafi Daimoe, mengatakan masyarakat asli Kampung Yakonde terdiri dari   140 Kepala Keluarga (KK) dan 638 jiwa menganut Kristen Protestan.

Terdiri lima suku, Suku Daimoe 1 Bairi Imea (Keluarga Ondoafi ), Suku Daimoe 2 Anetoro, Suku Daimoe 3 Temeng Imea, suku Dawe Pantara, dan Suku Tungkoye Douge Imea. 

“Dulunya Kampung Yakonde  satu Kampung dengan Sosiri dan Kampung Dondai. Mereka Hidup dalam kekerabatan (satu Keluarga kandung),” ujarnya.

Berjalannya waktu membuat dua saudara Yakonde dan Sosiri tidak menetap bersama Kakak Kandungnya (Dondai), Yakonde dan kerabatnya memilih tinggal di Yo Tukuru (Pemukiman Awal Mula).  Kemudian pindah lagi ke tempat “Khayaiware” sampai dengan sekarang.

“Kemudian masuk penyebaran agama Kristen di Danau Sentani hingga ke Kampung Yakonde  pada tahun 1926, selanjuynya pemerintahan masuk ke kampung ini,” ujarnya lagi.

Ditambahkannya, tradisi masyarakat Kampung Yakonde terjaga dengan baik sampai sekarang. Nilaii budaya (Mang) Selalu dijunjung tinggi, termasuk Prosesi pengambilan keputusan Adat (Peradilan Adat)  mengutamakan musyawarah mufakat, dan atas pertimbangan dan saran usul dari kepala-kepala suku, barulah, diputuskan oleh Ondoafi.

Sementara untuk persiapan Kongres Masyarakat Adat (KMAN) ke- VI,  masyarakat adat juga diberi kewenangan  mengorganisir persiapan. 

Kepala suku Tungkoye,  mengkoordinir  persiapan masyarakat. 

Hubungan adat dan pemerintah saling beriringan dalam mendorong masyarakat Yakonde menuju kesejahteraan, dan untuk menunjang KMAN ke VI, Pemerintah kampung menyediakan anggaran dan  berkoordinasi dengan Pihak adat menjenjelang Kongres.

“Kami sudah mulai rehab  5 rumah kepala suku,” kata Donald Tungkoye 

Untuk nilai budaya yang lain masih terus terjaga dan dilestarikan, umpamanya Bahasa lokal, atau bahasa ibu,  hal ini sudah berjalan menggunakan metode Mulok di sekolah, dengan sasaran anak sekolah, atau Generasi masa kini.(Arifin)