Conny Rumondor.

Permasalahan tanah seluas 17.100 meter persegi di Winangun 1, Kecamatan Malalayang, Kota Manado berakhir. Mahkamah Agung (MA) memutuskan menolak kasasi Helen Rosa Franseska Pijoh dan ibunya Fien Mamesah (Oma Pijoh). Keputusan penolakan MA itu tertuang dalam surat putusan MA nomor 1324 K/PDT/2021 tertanggal 24 Mei 2021.

Dengan keputusan MA tersebut, maka Helen Rosa Franseska Pijoh dan ibunya dengan sendirinya harus mengembalikan uang negara sebesar Rp6 miliar lebih yang dibayarkan oleh Dinas Perumahan dan Pemukiman Provinsi Sulawesi Utara pada tanggal 10 April 2018 silam.

“Saya berterima kasih bawah hukum masih berpihak ke orang yang benar. Karena memang saya pemilik lahan yang sah sesuai dokumen yang saya miliki. Urusan bahwa pemerintah sudah membayar ke pihak lain sebesar Rp6 miliar, itu bukan urusan saya. Saya tidak tahu menahu soal itu,” jelas pemilik tanah yang sah Conny Lolyta Rumondor, saat ditemui di rumah mewahnya di Bilangan Citraland, Selasa (29/6/2021).

Sebelumnya, kelompok yang diduga ‘mafia’ tanah makin serampangan di atas tanah Ir Conny Lolyta Rumondor. Kepompok ini menyerobot tanah Rumondor terletak di Ring Road, Manado, beberapa hari lalu. Padahal, Conny sudah memenangkan perkara dan mendapat putusan hukum final dari Pengadilan Negeri Manado dan Pengadilan Tinggi Manado. Conny adalah pemegang alas hak dan Sertifikat Hak Milik (SHM) yang asli dan sah atas tanah yang teregister nomor 503 dan berubah menjadi 1924 karena alasan pemekaran.

jelas ada niat kriminalisasi hak masyarakat oleh mafia tanah. Saya mohon institusi negara hadir menegakan hukum agar masyarakat tidak kehilangan aset karena tindakan mafia tanah,” pinta Conny.

Diketahui, tanah seluas 1,7 hektar itu sempat bermasalah karena pembayaran ganti rugi pembebasan lahan untuk proyek Jalan Ring Road 3 (Winangun-Kalasey).

Dalam pemberitaan beberapa waktu lalu, Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Negara Sulut, Freddy Kolintama selaku Ketua Panitia Pembebasan Lahan,l mengaku bahwa pembayaran yang dilakukan terhadap salah satu warga dengan nilai Rp6 miliartidak disaksikan oleh tim panitia.

“Kami tahu nominalnya Rp6 miliar, namun waktu dibayarkan tidak disaksikan panitia. Awalnya kami sarankan pembayaran itu dititip lewat pengadilan,” ungkap Kolintama yang ditemui seusai menghadiri seminar di Fakultas Hukum Unsrat, Selasa (18/09/2020). (*)