SENTANI, KLIKJO.ID–Ketua Dewan AMAN Nasional (DAMANNAS) Abdon Nababan menegaskan Masyarakat Adat tidak bisa disamakan dengan Kerajaan atau Kesultanan karena posisi konstitusional berbeda.
Penegasan ini disampaikan Abdon Nababan saat menjadi keynote speaker dalam sarasehan bertajuk “Memperjelas Kedudukan dan Hak Konstitusi Masyarakat Adat dan Kerajaan/Kesultanan di Indonesia” di Obhe Sereh, Jayapura Papua pada (26/10/2022).
Menurutnya, kerajaan atau kesultanan punya sejarah yang tidak bisa disamakan dengan Masyarakat Adat. Di KMAN VI, posisi dan status yang berbeda antara Masyarakat Adat dan Kerajaan atau Kesultanan.
“Kerajaan atau Kesultanan merupakan negara yang ada sebelum terbentunya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Jika mereka (kerajaan atau kesultanan) diterima sebagai pemerintah, artinya harus ada reorganisasi pemerintahan di seluruh wilayah Republik Indonesia. Itu bisa berakibat pada pengambilalihan hak-hak Masyarakat Adat yang dulu di bawah Kerajaan dan Kesultanan,” ujarnya.
Abdon menerangkan sejak 2021, teman dari Kerajaan dan Kesultanan memperjuangkan Undang-Undang sendiri dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Mereka berjuang lewat DPD RI untuk posisi dan status hukum di negara.
“RUU yang sedang mereka usulkan lewat perwakilan DPD RI namanya RUU Perlindungan dan Pelestarian Budaya Adat Kerajaan Nusantara,” ungkap Abdon.
Sementara Masyarakat Adat, berjuang lebih dari 10 tahun supaya memiliki UU yang mengakui dan memberikan perlindungan kepada Hak-Hak Masyarakat Adat, yaitu UU Masyarakat Adat.
Dua RUU ini, memberikan batas yang jelas dan tegas, menjadi sumber masalah baru. Harus diwaspadai agar wilayah adat yang sedang diperjuangkan oleh Masyarakat Adat tidak kembali ke tangan kita, tapi kembali ke Kerajaan dan Kesultanan.
“Ada tujuh organisasi yang mereka bangun untuk memperjuangkan pemulihan kembali Kerajaan dan Kesultanan agar bisa menjadi bagian dari pemerintahan RI,” ungkapnya.
Alfrida Ngato dari Masyarakat Adat Pagu menambahkan, Kerajaan dan Kesultanan masih eksis di Ternate-Tidore. Ia minta kepada negara untuk mempertegas kedudukan Kerajaan dan Kesultanan dan Masyarakat Adat yang ada di daerah tersebut.
“Harusnya orang-orang yang mengelola negara ini paham siapa Kesultanan dan Masyarakat Adat. Ini tidak baik, kalau pengelola negara saja tidak paham siapa Kesultanan dan Masyarakat Adat, bagaimana mungkin mereka dapat bertindak adil,” kata Alfrida.(Arifin)
Sumber : Apriadi Gunawan
Tinggalkan Balasan