Menurutnya, dengan penurunan tarif ini, posisi Indonesia dalam perdagangan internasional makin kompetitif. Bahkan, tarif baru yang dikenakan AS kepada produk Indonesia menjadi salah satu yang terendah di kawasan Asia.

Kesepakatan ini juga melengkapi keberhasilan diplomasi ekonomi Indonesia yang sebelumnya telah mencapai kesepakatan tarif nol persen dengan Uni Eropa. Kedua capaian tersebut dinilai membuka akses pasar yang lebih luas bagi produk nasional.

“Untuk tindak lanjut teknisnya, akan dibahas lebih lanjut oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto bersama kementerian terkait,” tutup Seskab Teddy.

Berikut Ringkasan Tarif AS terhadap Produk ASEAN:
-Kamboja dan  Laos: Sangat tinggi, 48–49% 
-Myanmar: ± 44%
-Vietnam: ± 46%
-Thailand: ± 36%
-Indonesia: ± 32% (sebelum kesepakatan baru yang turunkan jadi 19%) 
-Malaysia & Brunei: ± 24% 
-Filipina: ± 17%
-Singapura: Pajak dasar 10% 

Tren tarif intra-ASEAN:
Rata-rata tarif preferensial efektif intra-ASEAN sudah turun drastis dari >3% (2005) jadi sekitar 0,2% (2017) 

Perbedaan Tarif Ini Penting
1. Indonesia, meski ada di level 32%, namun setelah kesepakatan dengan AS turun menjadi 19%, menjadi yang paling rendah di ASEAN dibanding tetangganya  .
2. Negara Mekong (Kamboja, Laos, Myanmar, Vietnam) paling terdampak, dengan tarif 44–49%, memperlihatkan tekanan ekonomi AS terhadap kawasan yang lebih dekat dengan Tiongkok  .
3. Singapura menikmati tarif rendah karena basis produksinya yang lebih terdiversifikasi dan berfokus pada sektor jasa  .

Kesimpulan :

Paling ringan: Singapura (~10%), Malaysia/Brunei (~24%), Filipina (~17%)
Sedang-tinggi: Indonesia (~32% sebelum, 19% setelah kesepakatan)

Tinggi sekali: Thailand (~36%), Vietnam (~46%), Myanmar/Laos/Kamboja (~44–49%)

Sumber : BPMI Setpres dan berbagai sumber termasuk Channel News Asia dan analisis Think ING