Melalui rilisnya, Manus menyampaikqn, Penyesuaian NJOP terakhir dilakukan pada 2023, mengacu pada UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah serta Perda Nomor 1 Tahun 2024. Meski Korsupgah KPK RI merekomendasikan penyesuaian hingga 80 persen dari harga pasar wajar, Pemkab Minsel memilih hanya menetapkan 60 persen saja, demi meringankan beban masyarakat. Kebijakan ini mendapat dukungan penuh dari pihak legislatif dalam hal ini DPRD Minsel .
Dampak dan Mekanisme
Penetapan NJOP dilakukan berdasarkan survei Zona Nilai Tanah (ZNT) oleh penilai profesional. Beberapa objek pajak mengalami kenaikan signifikan, seperti di Kelurahan Pondang, Jln. Trans Sulawesi, di mana NJOP tanah melonjak dari Rp82.000 menjadi Rp916.000 per meter persegi. Namun, karena NJOP bangunan menurun dan tarif pajak diturunkan, pajak yang dibayar justru berkurang.
Bagi masyarakat yang merasa keberatan atas penetapan PBB-P2, Bapenda membuka layanan pendataan ulang. Wajib pajak cukup membawa surat rekomendasi dari pemerintah desa untuk verifikasi data.
“Kami siap menerima dan memproses pengaduan masyarakat. Prinsipnya, jika ada data yang kurang tepat, akan kami perbaiki demi keadilan,” jelas Melky Manus.
Perlindungan UMKM
Selain itu, Rumengan juga menambahkan, Pemkab Minsel menaikkan batas omzet kena pajak restoran dari Rp1 juta menjadi Rp5 juta per bulan. Kebijakan ini diharapkan meringankan beban pajak pelaku usaha kecil.
“Kebijakan ini adalah bukti keberpihakan pemerintah kepada UMKM, agar mereka bisa tumbuh tanpa terbebani pajak yang terlalu berat,” ujar Tusrianto Rumengan, SSTP, M.Si.
Pemkab Minsel juga menegaskan, seluruh kebijakan pajak daerah diarahkan untuk menjaga keseimbangan antara optimalisasi PAD dan perlindungan terhadap masyarakat berpenghasilan rendah serta pelaku usaha kecil.(WEN/**)
Tinggalkan Balasan