Sementara itu, Ketua LMA Friets Maurits Felle menyayangkan ketidakhadiran Sefnath Daime. Ia menegaskan bahwa persoalan ini sangat penting, karena berkaitan langsung dengan proses belajar mengajar di SD Negeri Dunlop yang beberapa kali terganggu akibat aksi pemalangan oleh pihak hak ulayat.

“Pemerintah harus objektif, tidak hanya mengakui sertifikat, tetapi juga mempertimbangkan hak ulayat. Inilah akar dari puluhan kali pemalangan yang mengganggu aktivitas sekolah,” tegasnya.

Felle menjelaskan bahwa LMA menerima permohonan fasilitasi dari Marga Kopeuw sejak 5 Mei 2025. Dalam rapat tersebut, LMA memutuskan untuk mengajukan pembatalan empat sertifikat ke Badan Pertanahan Nasional (BPN), dua atas nama Sefnath Daime dan dua lainnya atas nama istrinya, Henirika Yuangka.

“Namun, sebelum keputusan dibuat, kami berharap kedua belah pihak bisa bertemu dan menyelesaikan sengketa ini secara damai, demi kepentingan anak-anak yang bersekolah di SD Dunlop,” harapnya.

Ketua Peradilan Adat Ramses Wally menambahkan bahwa hasil rapat ini akan dilaporkan ke Bupati dan Wakil Bupati Jayapura. “Kami tidak ingin masalah ini dibawa ke ranah hukum. Tujuan kami adalah mencari keadilan dan penyelesaian damai, terutama bagi pihak hak ulayat yang merasa menjadi korban,” ujarnya. (ARS)