Foto : Asisten I Bidang Pemerintahan Setda Kabupaten Jayapura, Gilberd R. Yakwart, S.STP, saat menghadiri rapat klarifikasi sengketa tanah SD Negeri Dunlop yang digelar oleh LMA dan DPA Kabupaten Jayapura bersama tokoh adat.(ARS)

SENTANI, Klokjo.id — Lembaga Masyarakat Adat (LMA) Kabupaten Jayapura bersama Dewan Peradilan Adat (DPA) menggelar rapat klarifikasi terkait sengketa kepemilikan tanah Sekolah Dasar SD Negeri Dunlop di Hawai, Sentani. Rapat berlangsung pada Jumat, 4 Juli 2025, dan dipimpin langsung oleh Ketua LMA Friets Maurits Felle, S.H., Ketua Peradilan Adat Ramses Wally, serta tokoh adat Markus Dike.

Sengketa ini melibatkan Marga Kopeuw sebagai pemilik hak ulayat yang menghibahkan tanah, dan Sefnath Daime yang memiliki sertifikat atas lokasi tersebut dan telah menjualnya ke Pemerintah Kabupaten Jayapura. Meskipun Sefnath Daime tidak hadir dalam pertemuan, rapat tetap berlangsung dengan dihadiri Asisten I Bidang Pemerintahan Setda Kabupaten Jayapura, Gilberd R. Yakwart, S.STP, serta aparat keamanan TNI-Polri.

Gilberd Yakwart menjelaskan bahwa kehadirannya mewakili pemerintah untuk mendengarkan dan mencari solusi atas persoalan tersebut. Ia menyebutkan bahwa pembayaran tanah kepada pihak bersertifikat mencapai total Rp14 miliar, dengan Rp8 miliar dibayarkan pada 2020. Sisanya, sekitar Rp6 miliar, kini menjadi sengketa antara dua pihak.

“Pertemuan ini menjadi bahan laporan kepada pimpinan daerah. Setelah ditindaklanjuti, mediasi lanjutan akan digelar dengan menghadirkan kedua belah pihak. Pemerintah siap memfasilitasi agar penyelesaian berjalan damai dan tuntas,” kata Gilberd kepada wartawan usai rapat.

Sementara itu, Ketua LMA Friets Maurits Felle menyayangkan ketidakhadiran Sefnath Daime. Ia menegaskan bahwa persoalan ini sangat penting, karena berkaitan langsung dengan proses belajar mengajar di SD Negeri Dunlop yang beberapa kali terganggu akibat aksi pemalangan oleh pihak hak ulayat.

“Pemerintah harus objektif, tidak hanya mengakui sertifikat, tetapi juga mempertimbangkan hak ulayat. Inilah akar dari puluhan kali pemalangan yang mengganggu aktivitas sekolah,” tegasnya.

Felle menjelaskan bahwa LMA menerima permohonan fasilitasi dari Marga Kopeuw sejak 5 Mei 2025. Dalam rapat tersebut, LMA memutuskan untuk mengajukan pembatalan empat sertifikat ke Badan Pertanahan Nasional (BPN), dua atas nama Sefnath Daime dan dua lainnya atas nama istrinya, Henirika Yuangka.

“Namun, sebelum keputusan dibuat, kami berharap kedua belah pihak bisa bertemu dan menyelesaikan sengketa ini secara damai, demi kepentingan anak-anak yang bersekolah di SD Dunlop,” harapnya.

Ketua Peradilan Adat Ramses Wally menambahkan bahwa hasil rapat ini akan dilaporkan ke Bupati dan Wakil Bupati Jayapura. “Kami tidak ingin masalah ini dibawa ke ranah hukum. Tujuan kami adalah mencari keadilan dan penyelesaian damai, terutama bagi pihak hak ulayat yang merasa menjadi korban,” ujarnya. (ARS)