Surat keterangan ini yang membuat penyerobot nekat duduki lahan yang bersertifikat sah sesuai BPN.
Manado, KLIKJO.ID–Warga yang mengaku Keturunan Alexander Sompie yang mengklaim tanah Conny Lolyta Rumondordi Winangun 1, Kecamatan Malalayang, Kota Manado, milik mereka kembali berulah. Tanah milik Conny dengan SHM malah dibikin lapangan Bulutangkis oleh penyerobot tersebut.
“Torang nentau Cony pe tanah. Yang torang tau torang pe opa pe tanah. Depe luas 9 tek tek. Berdasarkan surat desa. Nomor Register 73, mar depe buku so nda ada. Kantor Desa Pineleng so tabakar (Kami tidak tahu tanahnya Conny Rumondor. Yang kita tahu, ini tanah kakek kami. Luasnya 9 tek tek. Itu sesuai sura desa. Nomor Register 73, tapi bukunya sudah tidak ada. Kantor Desa Pineleng sudah terbakar),” ungkap James Sompie, salah satu cucu Alexander Sompie di lokasi beberapa waktu lalu.
Mengenai pendudukan sepihak oleh cucu-cucu Alexander Sompie, pemegang SHM Conny Lolyta Rumondor sudah melaporkan ke Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Sulut. Penyidik juga sudah memeriksa sejumlah Sompie secara marathon.
“Saya sudah serahkan ke Polda Sulut. Terus terang saya tidak kenal mereka (Sompie-Sompie). Saya cuma fokus di tanah saya, berdasarkan dokumen SHM,” ungkap Cony, Kamis (1/7/2021), di Manado.
Sementara itu, Conny sudah memenangkan sengketa tanah seluas 17.100 meter persegi di Winangun 1, Kecamatan Malalayang, Kota Manado. Itu setelah Mahkamah Agung (MA) memutuskan menolak kasasi Helen Rosa Franseska Pijoh dan ibunya Fien Mamesah (Oma Pijoh). Keputusan penolakan MA itu tertuang dalam surat putusan MA nomor 1324 K/PDT/2021 tertanggal 24 Mei 2021.
Dengan keputusan MA tersebut, maka Helen Rosa Franseska Pijoh dan ibunya dengan sendirinya harus mengembalikan uang negara sebesar Rp6 miliar lebih yang dibayarkan oleh Dinas Perumahan dan Pemukiman Provinsi Sulawesi Utara pada tanggal 10 April 2018 silam.
“Saya berterima kasih bahwa hukum masih berpihak ke orang yang benar. Karena memang saya pemilik lahan yang sah sesuai dokumen yang saya miliki. Urusan bahwa pemerintah sudah membayar ke pihak lain sebesar Rp6 miliar, itu bukan urusan saya. Saya tidak tahu menahu soal itu,” jelas pemilik tanah yang sah Conny Lolyta Rumondor, saat ditemui di rumah mewahnya di Bilangan Citraland, Selasa (29/6/2021).
Sebelumnya, kelompok yang diduga ‘mafia’ tanah makin serampangan di atas tanah Conny. Padahal, Conny sudah memenangkan perkara dan mendapat putusan hukum final dari Pengadilan Negeri Manado dan Pengadilan Tinggi Manado. Conny adalah pemegang alas hak dan Sertifikat Hak Milik (SHM) yang asli dan sah atas tanah yang teregister Nomor 503 dan berubah menjadi 1924 karena alasan pemekaran.
“Sudah terbukti dan teruji di pengadilan, itu milik saya. Selain saya tidak ada yang memegang SHM dan alas hak yang asli dan sah. Sertifikat waktu saya beli itu SHM 503. Tapi waktu alih desa berubah jadi SHM 1924 Winangun 1,” ujar Conny.
Ia berharap, aparat penegak hukum, khususnya Satuan Tugas Mafia Tanah yang sudah dibentuk Polda Sulut dapat mengambil tindakan lapangan. “Ini sudah jelas ada niat kriminalisasi hak masyarakat oleh mafia tanah. Saya mohon institusi negara hadir menegakan hukum agar masyarakat tidak kehilangan aset karena tindakan mafia tanah,” pinta Conny.
Diketahui, tanah seluas 1,7 hektar itu sempat bermasalah karena pembayaran ganti rugi pembebasan lahan untuk proyek Jalan Ring Road 3 (Winangun-Kalasey).
Dalam pemberitaan beberapa waktu lalu, Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Negara Sulut, Freddy Kolintama selaku Ketua Panitia Pembebasan Lahan I mengaku bahwa pembayaran yang dilakukan terhadap salah satu warga dengan nilai Rp6 miliar tidak disaksikan oleh tim panitia.
“Kami tahu nominalnya Rp6 miliar, namun waktu dibayarkan tidak disaksikan panitia. Awalnya kami sarankan pembayaran itu dititip lewat pengadilan,” ungkap Kolintama yang ditemui seusai menghadiri seminar di Fakultas Hukum Unsrat, Selasa (18/09/2020) lalu. (*)
Tinggalkan Balasan